Jumat, 12 Juni 2015

Daun Afrika Sebagai Produk Medis Premium

Daun afrika (Vernonia amygdalina) meski pun telah diakui kemujarabannya oleh awam dan para peneliti, tetap mengandung kabut misteri. Tidak semua khasiat dan efek bakal disampaikan kepada khalayak. Ada potensi yang dikandungnya yang lebih "aman" jika dirahasiakan, terutama karena masih kurang diapresiasinya dedikasi para peneliti dan penemu rahasia alam oleh masyarakat.
Para peneliti dan formulator produk-produk dengan kandungan daun afrika tidak selalu memiliki kemampuan untuk mengurus Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Selain itu, kendala produksi karya-karya para penemu juga pada sarana dan prasarana. Meski pun sediaan herbal yang diciptakan dirasakan manfaatnya oleh semua orang, tetapi belum tentu produknya mendapatkan ijin edar dari otoritas obat dan makanan (BPOM) atau Dinkes. Alasannya tentulah benar bahwa sarana produksi dinilai tidak memadai untuk mendapatkan persetujuan ijin edar.
Apa jadinya jika suatu produk bagus tidak memiliki ijin edar? Jika tetap diproduksi dan diedarkan, para pelaku industri kreatif ini akan dipenjara, akan dikriminalisasikan. Kejadian seperti ini sesungguhnya banyak sekai tetapi tidak sampai ke meja hijau atau meja redaksi. Kok bisa? Sebab para manusia cerdas yang menjadi pelaku ini sudah berubah wujud atas kerelaannya untuk menjadi ATM oknum pihak berwajib; selagi ada setoran, ya silakan terus berproduksi.
Daun afrika beruntung memiliki khasiat yang kuat dan tidak terlalu terkenal. Agar tidak celaka berhadapan dengan hukum, para produsen perlu selalu kompak dan dingatkan untuk tidak perlu menuliskan dan menggembar-gemborkan khasiat medisnya. Jual saja dalam bentuk teh herbal yang diminum sore dan malam, dan akan mendapatkan sensasi kesegaran dan semangat saat bangun tidur.
Tentu saja strategi ini tidak digunakan selamanya. Jika produk daun afrika kita cukup digemari pelanggan, kumpulkan hasilnya sebagian untuk keperluan memperbaiki sarana produksi. Kita harus memiliki ijin edar dari BPOM sebelum memroduksi dan mengerdarkan produk daun afrika yang lebih spesifik berkesan obat. Tidak sulit mendapatkan ijin BPOM asal kita telah mengikuti aturan dalam membangun "pabrik" kita.
Kemujaraban khasiat daun afrika sesungguhnya bukanlah isapan jempol alias bohong. Para peneliti akademik sudah memulai melakukan riset skripsi dan tesis. Staf lembaga penelitian nasional juga telah ikutan melakukan penelitian dengan metode terstandar dan peralatan canggih. Pada tingkat sangat awal, salasatu kelompok peneliti membuktikan bahwa daun afrika tidak positif dalam efek anti-kanker menggunakan sel hela. Meski pun begitu bukan berarti tidak ada gunanya daun afrika bagi penderita kanker. Karena ada peneliti lain yang membuktikan efek anti kanker, maka sementara ini kita dapat menyimpulkan bahwa dalam konteks anti kanker, daun afrika mungkin memiliki zat antikanker tetapi kurang andal.
Daun afrika tidak perlu disangsikan untuk dikonsumsi dengan harapan kesembuhan, tetapi yang harus tetap ditunda adalah klaim medis. Jadikan daun afrika sebagai kuliner baru, lalu jika suatu saat kita menyaksikan bahwa semua, yang rajin mengonsumsi daun afrika, mendapatkan "kesaktian" dan kesembuhan, maka terwujudnya produk-produk daun afrika sebagai bisnis potensial hanya menunggu waktu saja. Lalu siapakah yang bakal ketumpahan rizki dari usaha taninya? Kita semua para perintis, aamiin.