Kamis, 16 April 2015

Daun Afrika Khasiat Selengkapnya

Setelah memaksakan diri membaca situs berhuruf mandarin, akhirnya saya menemukan bahwa tanaman ini bernama ilmiah Vernonia amygdalina Del. Dengan terungkapnya jatidiri tumbuhan ini, maka dengan mudah kita menemukan laporan jurnal-jurnal ilmiah dan medis yang mengupas posisi, peran-fungsi, kandungan zat aktif, serta yang terpenting manfaat medis bagi manusia.
Berikut ini rangkuman dari wisata pustaka husada dan pementasan realita dalam dunia medika yang bisa saya bagikan.

Jerawat

Persoalan kecil, tetapi terlampau sulit untuk diabaikan, sebab menghinggapi muka, dan membuat kaum remaja merasa bakal kehilangan muka. Itulah fenomena jerawat. Tenang, sekarang ada daun afrika. Ga becanda bahwa pohon ini, sudah dibuktikan oleh peneliti dari perguruan tinggi paling kesohor di Sumatera, yaitu Universitas Sumatera Utara. Ekstrak daun afrika yang diaplikasikan dalam bentuk krim telah meyakinkan mampu mengalahkan bakteri-bakteri penyebab jerawat. Jerawat adalah suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar pilosebasea. Keadaan ini sering dialami oleh remaja dan dewasa muda yang akan menghilang dengan sendirinya pada usia sekitar 20-30 tahun. Ada juga orang setengah baya yang mengalami jerawat. Jerawat biasanya berkaitan dengan tingginya sekresi sebum.

Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis adalah organisme utama yang pada umumnya memberi kontribusi terhadap terjadinya jerawat. P. acnes adalah termasuk gram-positif berbentuk batang, tidak berspora, sedangkan S. epidermidis adalah gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun dalam bentuk kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti anggur. Semuanya tentunya jika dilihat di bawah mikroskop dengan teknik pewarnaan tertentu.
Pengobatan jerawat di klinik kulit biasanya menggunakan antibiotik, benzoil peroksida dan retinoid. Obat ini memiliki efek samping antara lain iritasi. Oleh karena itu dicari alternatif dalam pengobatan jerawat dengan menggunakan bahan-bahan alam yang berkhasiat sebagai antibakteri yaitu daun afrika.
Daun afrika banyak tumbuh di benua Afrika bagian barat terutama di Nigeria dan negara yang beriklim tropis salah satunya adalah Indonesia. Pada tahun 2009 telah dilakukan pembudidayaan tanaman daun Afrika di Bogor. Tanaman ini mudah tumbuh pada daerah yang curah hujan cukup tinggi.
Daun Afrika mengandung flavonoid, tanin, saponin dan terpenoid yang mampu membunuh parasit penyebab schistosomiasis, malaria, leishmaniasis. Daun afrika juga telah terbukti secara ilmiah berfungsi sebagai anti-amoeba, antitumor dan antimikroba.
Salah satu alternatif sediaan yang dapat digunakan untuk pengobatan jerawat adalah sediaan topikal misalnya krim. Sifat umum sediaan krim ialah mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan. Krim dapat melembapkan dan mudah tersebar merata, mudah berpenetrasi pada kulit,mudah diusap, mudah dicuci air.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dibuat formula ekstrak etanol daun Afrika dalam bentuk sediaan krim untuk pengobatan jerawat. Sediaan krim dipilih karena mempunyai keuntungan yaitu sederhana dalam pembuatannya, mudah dalam penggunaan, daya menyerap yang baik dan memberikan rasa dingin pada kulit.
Selain dalam bentuk krim, di Bandung juga telah diproduksi sabun wajah yang mengandung ekstrak daun afrika. “Sabun ini berbasis herbal dan virgin coconut oil,” kata Santhy Sri Yunita pemilik Bydara Salon & Spa Herbal Treatment. “Seorang ibu melaporkan bahwa sabun mengandung ekstrak daun afrika ini menyembuhkan jerawat anak remajanya. Ada juga sarjana baru yang sembuh,” kata Santhy sambil menunjukkan sabun ekstrak daun afrika pertama dan satu-satunya di dunia.

Awet Muda

Para ilmuwan spesialis di Malaysia telah menemukan alasan bukti konsistensi kedahsyatan antioksidan yang terkandung dalam ekstrak air dari daun afrika. Antioksidan yang beragam didapati pada daun afrika ini mampu bekerja tidak saja dalam tataran "teori" yang logis, tetapi praktis empiris.
Setidaknya ada 6 peneliti, dengan latar belakang spesialisasi berbeda, yang menuliskan laporan dalam jurnal bioteknologi yang diterbitkan pada 2012. Mereka adalah Wang Yong Ho, Abdul Hadi Naoman Yousr, dan Noorjahan Banu Alitheen (Department of Cell and Molecular Biology, Universiti Putra Malaysia), Boon Kee Beh (Department of Bioprocess Technology, Universiti Putra Malaysia), Swee Keong Yeap (Institute of Bioscience, Universiti Putra Malaysia), dan Woon San Liang (Spektra Biotek Sdn Bhd).
Potensi ekstrak air dari daun afrika sebagai agen antioksidan in vitro telah lama ditemukan sebelumnya. Pada penelitian ini, mereka melakukan pembuktian kuantitatif atas aktivitas antioksidan daun afrika, tidak saja secara in vitro, tetapi juga in vivo.
 Pengujian dalam studi ini meliputi DPPH radical scavenging assay, aktivitassuperoxide dismutase (SOD), malondialdehyde (MDA) level dan total antioxidant capacity (TAOC).
Pada in vitro DPPH assay menunjukkan bahwa ekstrak daun afrika merupakan agen antioksidan moderat bila dibandingkan terhadap vitamin C. Pada tes  in vivo, peningkatan SOD dan TAOC serta penurunan level-level MDA teramati pada organ-organ dan darah dari hewan percobaan yang mendapatkan perlakuan. Disimpulkan bahwa ekstrak daun afrika berpotensi sebagai agen antioksidan yang dapat melindungi sel-sel pada organ terhadap stres oksidasi.
Sebagai kesimpulan, para peneliti sepakat menyatakan bahwa ekstrak semprot kering (dried spray) daun afrika memiliki aktivitas antioksidan, baik in vitro dan in vivo. Dalam penelitian ini terbukti daun afrika tidak hanya mampu meningkatkan plasma dan tingkat antioksidan sel darah merah, tetapi juga mampu untuk masuk ke dalam sel-sel hidup di organ dan melindungi mereka dari kerusakan oksidatif, setelah 14 hari konsumsi terus menerus.
Hal ini dapat digunakan dalam mengompensasi penurunan kapasitas antioksidan total dalam paru-paru dan hati dan meningkatkan tingkat SOD dalam organ dan darah. Secara keseluruhan hal ini berarti daun afrika mampu mengurangi risiko peroksidasi lipid.

Diabetes

Daun afrika tidak hanya mengurangi tingkat gula darah secara drastis, tetapi juga membantu memperbaiki pankreas. Anjuran pemakaian, peras 10 genggam daun segar dicampur dengan 10 liter air, minumlah 2 gelas, 3 x sehari. Beberapa orang juga menambah segenggam daun afrika untuk dimakan juga.
Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Pharmacy & Bioresources, para peneliti di University of Jos, menyatakan bahwa ekstrak kloroform kasar daun afrika memiliki efek anti-diabetes pada tikus dengan diabetes mellitus (diabetes tipe 2), pada kondisi laboratorium.
Demikian pula, para peneliti menulis dalam Medical Journal of Islamic World Academy of Sciences bahwa pemberian ekstrak air daun afrika dengan konsentrasi 500 mg / kg berat badan secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah. Kemanjurannya menurunkan kadar glukosa darah adalah sebanding dengan klorpropamid, obat standar yang digunakan dalam pengelolaan diabetes.
Nyatanya, obat anti-diabetes herbal berbasis daun afrika telah lulus uji klinis dan menerima Paten Amerika Serikat nomor 6531461 untuk pengobatan diabetes sejak 2008.

Serangan Jantung dan Stroke

Konsumsi rutin sayuran seperti daun afrika dan Telfairia occidentalis (Ugwu) dapat membantu mengatur kadar kolesterol dalam darah, yang merupakan faktor risiko serangan jantung dan stroke. Penumpukan kolesterol dan zat-zat lain yang disebut plak, dapat mempersempit arteri hingga tersumbat, menyebabkan arteriosklerosis, atau pengerasan pembuluh darah. Seiring waktu, hal ini menyebabkan serangan jantung.
Studi, yang dipublikasikan dalam African Journal Of Biochemistry pada 2011, menunjukkan bahwa diet daun afrika dan ugwu menyebabkan peningkatan serum kolesterol baik (HDL) secara signifikan, menunjukkan peran protektif terhadap jantung dan pembuluh darah, termasuk dari serangan jantung.

Sakit perut

Dalam kasus sembelit, sakit perut dan radang lambung, daun afrika adalah obat. Mengunyah batang lembut tanaman atau di-jus dengan tambahan sedikit garam hingga tiga sendok makan, adalah upaya peredaan segera.

Malaria

Daun afrika telah banyak digunakan dan diakui kemanjurannya dalam mencegah malaria. Daun mentah dipetik dan dicuci sebelum diperas untuk mendapatkan jusnya. Minum jus langsung sebagai penangkal malaria.
Dalam studi antimalaria, para peneliti menemukan bahwa di bawah kondisi laboratorium, ekstrak daun afrika yang terbuat dari air dan etanol menunjukkan aktivitas antimalaria moderat dengan tingkat toksisitas yang dapat diabaikan dalam tes hewan-tikus.
Pada edisi 2011 dari studi Science World Journal, ekstrak etanol daun afrika menunjukkan aktivitas antimalaria tertinggi 78,1 persen. Ekstrak air memiliki penghambatan pertumbuhan parasit malaria sebesar 74,0 persen.
Pada studi lain, didokumentasikan dalam jurnal African Health Sciences, 2008, daun afrika berpotensi membalikkan resistensi chloroquine bila digunakan sebagai adjuvant bersama obat standar untuk malaria itu.

Rematik dan Arthritis

Seorang apoteker lulusan pendidikan profesi di ITB, Dra Kurniawati, Apt., menyatakan khasiat mengonsumsi daun afrika secara rutin sangat terasa. "Terutama pada lansia yang mengalami keluhan radang sendi, dalam seminggu mengonsumsi daun afrika, keluhan hilang atau reda," katanya. "Bahkan ada yang terpaksa sholat sambil duduk, karena sakit tak tertahankan pada lutut saat melakukan gerakan berdiri setelah sujud, dalam waktu singkat bisa kembali sholat normal," kata Ibu yang berhijab ini.
Apakah kesembuhan dari keluhan persendian ini karena efek anti radang sendi atau anti rasa sakit saja? Kurniawati, yang menyelesaikan studi farmasi S1 di Unpad ini, meyakini ada mekanisme lain yang terkait dengan sistem imun. "Ada banyak macam sakit sendi, harus dokter yang memastikan diagnosisnya. Yang mereka rasakan hanya gejalanya saja," katanya. Untungnya mengonsumsi daun afrika akan memperoleh efek lengkap untuk satu gejala kompleks radang sendi ini, yaitu anti-inflamasi, pereda sakit, dan meningkatkan imunitas.
Anti-anflamasi dan Analgesik
Aksi anti-inflamasi daun afrika telah dilaporkan dalam British Journal of Pharmacology and Toxicology terbitan 2013. International Journal of Advanced Pharmaceutical and Biological Sciences telah melaporkan hasil riset yang membuktikan potensi daun afrika sebagai analgesik (pereda rasa nyeri).

Meningitis

Meningitis, di akhir Maret 2015 menjadi trending topic. Tiada hari tanpa kuliah kesehatan, baik di dunia nyata maupun maya. Media jurnalistik konvensional maupun situs-situs elektronik dan medsos tak henti berkicau soal penyakit maut ini. Nyalakan TV, stel radio, buka medsos, selusur online, ada saja yang membagikan informasi atau sekadar komentar tentang penyakit yang menyebabkan kematian komedian Olga.
Ceriwis ihwal meningitis ini boleh jadi karena nama besar penderita yang menjadi berita. Ataukah masyarakat terguncang kabar besarnya biaya perawatan rumah sakit kelas internasional yang hingga ratusan juta per hari? Bisa juga lantaran selama ini nama penyakit ini nyaris tak tergubris dan sekonyong-konyong menyebabkan penderitaan panjang seorang public figure yang sebelumnya nyaris setiap hari merilis canda tawa paling laris.
Jadi, jelas sekarang khalayak langsung cerdas jika ditanya soal penyakit yang menyerang selaput otak dan sumsum tulang belakang dan menyebabkan peradangan. Setidaknya kini orang tahu bahwa meningitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, dan kuman lainnya, dan ada juga sebab-sebab non-infeksi. Yah sekali klik di sini http://id.wikipedia.org/wiki/Meningitis, kita langsung paham, bahwa begitu banyak penyebab, gejala, efek dan dampak terkait penyakit yang sebenarnya sudah diketahui keberadaannya sejak jaman Yunani kuno Hippocrates dan keemasan arab Ibnu Sina.
Pernah ada wabah besar di berbagai belahan bumi, dan menjadi terkendali sejak ditemukan antibiotik dan vaksin. Epidemik terakhir baru saja usai di afrika sub-sahara, yaitu pada 1996-1997, yang mengakibatkan terjadi 250.000 kasus dan 25.000 kematian. Mengerikan. Memang di benua hitam ini ada daerah yang disebut sabuk penyakit meningitis.
Kini kedokteran sudah berkembang dan lebih siap menghadapi meningitis. Namun demikian tetap saja banyak kejutan. Kedokteran dan layanan kesehatan negara semaju Singapura tidak cukup memuaskan dalam memberikan solusi, apalagi rumah sakit dalam negeri. Jadi, yuk kita upayakan tindakan komplementer dan alternatif, selain upaya preventif dengan langkah-langkah higienis.

DAUN AFRIKA YANG SEDANG MERAJA

Saya, lagi-lagi, dan memang tergila-gila, menawarkan obat penawar berupa daun afrika. Sesungguhnya sama sekali bukan obat penawar, bahkan bukan obat. Namun, percayalah, cukup banyak alasan dan dasar, tentu saja semaksimal mungkin dicarikan yang bersifat ilmiah, untuk menggunakan tanaman asal afrika ini melawan penyakit yang epidemik di afrika juga.
Awalnya orang mengenal khasiat daun afrika dari pengamatan pada perilaku simpanse. Tanaman ini bukan makanan sehari-hari monyet afrika tanpa buntut itu. Hewan, yang tergolong cerdas dan banyak diajak main film ini, mungkin juga tahu, bahwa rasanya pahit nian, ga enak. Simpanse memakannya hanya jika sedang sakit infeksi, terutama oleh serangan protozoa dan cacing. Dari contoh oleh alam ini lah, manusia menelaah dan mengembangkan pemanfaatan.
Adakah hasil riset biomedis yang menghubungkan meningitis dan daun afrika? Mari kita simak sebagian jurnal ilmiah tentang ini. Selanjutnya akan kita cari lagi hasil-hasil riset klinis yang lebih mendalam.
Para ilmuwan telah menemukan bahwa mengonsumsi daun afrika akan memperoleh manfaat multi-efek untuk gejala-gejala kompleks terkait meningitis, yaitu anti-inflamasi (anti-radang), pereda sakit, dan meningkatkan imunitas melawan kuman.Aksi anti-inflamasi daun afrika telah dilaporkan dalam British Journal of Pharmacology and Toxicology terbitan 2013. International Journal of Advanced Pharmaceutical and Biological Sciences telah melaporkan hasil riset yang membuktikan potensi daun afrika sebagai analgesik (pereda rasa nyeri).
Sebuah hasil penelitian ilmiah dilaporkan dalam Global Journal of Biotechnology and Biochemistry tentang ekstrak daun afrika yang terbukti meningkatkan angka CD4+. CD4+ ini merupakan parameter yang digunakan dalam studi imunitas (daya tahan tubuh). Lemahnya sistem kekebalan tubuh penderita HIV/AIDS, misalnya, biasa dari waktu ke waktu diukur angka CD4+ sang pasien. Berikut ini grafik yang menunjukkan bukti aksi daun afrika pada sistem imun dengan parameter sel CD4+.
Para peneliti menyatakan bahwa ekstrak air dari daun afrika dengan dosis 200-800 mg/kg berat badan, dalam penggunaan selama 21 hari, meningkatkan jumlah sel CD4+ pada tikus percobaan. Karena itu, kata peneliti farmasi dari 2 perguruan tinggi di Nigeria ini, ekstrak air dari daun tumbuhan yang bernama ilmiah Vernonia amygdalina Del ini dapat digunakan sebagai peningkat daya tahan tubuh (immune booster) pada kondisi kesehatan yang dikompromikan. Begitu.
Sebagai penutup, teringat kata guru saya dulu, mencegah lebih baik daripada mengobati. Lebih daripada itu, apa pun pengobatan yang sedang dijalani, tidak ada salahnya menjadikan daun yang pahit ini menjadi lalapan penjinak penyakit. Seperti simpanse, jika Anda sakit infeksi, tambahkan sayuran ini sebagai diet, sejauh tidak dilarang dokter.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar