Setelah memaksakan diri membaca situs berhuruf mandarin,
akhirnya saya menemukan bahwa tanaman ini bernama ilmiah Vernonia amygdalina Del.
Dengan terungkapnya jatidiri tumbuhan ini, maka dengan mudah kita menemukan
laporan jurnal-jurnal ilmiah dan medis yang mengupas posisi, peran-fungsi,
kandungan zat aktif, serta yang terpenting manfaat medis bagi manusia.
Berikut ini rangkuman
dari wisata pustaka husada dan pementasan realita dalam dunia medika yang bisa
saya bagikan.
Jerawat
Persoalan kecil, tetapi terlampau sulit untuk diabaikan, sebab menghinggapi muka, dan membuat kaum remaja merasa bakal kehilangan muka. Itulah fenomena jerawat. Tenang, sekarang ada daun afrika. Ga becanda bahwa pohon ini, sudah dibuktikan oleh peneliti dari perguruan tinggi paling kesohor di Sumatera, yaitu Universitas Sumatera Utara. Ekstrak daun afrika yang diaplikasikan dalam bentuk krim telah meyakinkan mampu mengalahkan bakteri-bakteri penyebab jerawat. Jerawat adalah suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar pilosebasea. Keadaan ini sering dialami oleh remaja dan dewasa muda yang akan menghilang dengan sendirinya pada usia sekitar 20-30 tahun. Ada juga orang setengah baya yang mengalami jerawat. Jerawat biasanya berkaitan dengan tingginya sekresi sebum.
Propionibacterium acne
dan Staphylococcus
epidermidis adalah organisme utama yang pada umumnya memberi kontribusi
terhadap terjadinya jerawat. P. acnes adalah termasuk
gram-positif berbentuk batang, tidak berspora, sedangkan S. epidermidis adalah
gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun dalam bentuk kelompok-kelompok
yang tidak teratur seperti anggur. Semuanya tentunya jika dilihat di bawah
mikroskop dengan teknik pewarnaan tertentu.
Pengobatan jerawat di
klinik kulit biasanya menggunakan antibiotik, benzoil peroksida dan retinoid.
Obat ini memiliki efek samping antara lain iritasi. Oleh karena itu dicari
alternatif dalam pengobatan jerawat dengan menggunakan bahan-bahan alam yang
berkhasiat sebagai antibakteri yaitu daun afrika.
Daun afrika banyak
tumbuh di benua Afrika bagian barat terutama di Nigeria dan negara yang
beriklim tropis salah satunya adalah Indonesia. Pada tahun 2009 telah dilakukan
pembudidayaan tanaman daun Afrika di Bogor. Tanaman ini mudah tumbuh pada
daerah yang curah hujan cukup tinggi.
Daun Afrika
mengandung flavonoid, tanin, saponin dan terpenoid yang mampu membunuh parasit
penyebab schistosomiasis, malaria, leishmaniasis. Daun afrika juga telah
terbukti secara ilmiah berfungsi sebagai anti-amoeba, antitumor dan
antimikroba.
Salah satu alternatif
sediaan yang dapat digunakan untuk pengobatan jerawat adalah sediaan topikal
misalnya krim. Sifat umum sediaan krim ialah mampu melekat pada permukaan
tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau
dihilangkan. Krim dapat melembapkan dan mudah tersebar merata, mudah
berpenetrasi pada kulit,mudah diusap, mudah dicuci air.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dibuat formula ekstrak
etanol daun Afrika dalam bentuk sediaan krim untuk pengobatan jerawat. Sediaan
krim dipilih karena mempunyai keuntungan yaitu sederhana dalam pembuatannya,
mudah dalam penggunaan, daya menyerap yang baik dan memberikan rasa dingin pada
kulit.
Selain dalam bentuk
krim, di Bandung juga telah diproduksi sabun wajah yang mengandung ekstrak daun
afrika. “Sabun ini berbasis herbal dan virgin coconut oil,” kata Santhy Sri
Yunita pemilik Bydara Salon & Spa Herbal Treatment. “Seorang ibu melaporkan
bahwa sabun mengandung ekstrak daun afrika ini menyembuhkan jerawat anak
remajanya. Ada juga sarjana baru yang sembuh,” kata Santhy sambil menunjukkan
sabun ekstrak daun afrika pertama dan satu-satunya di dunia.
Awet Muda
Para ilmuwan spesialis di Malaysia telah menemukan alasan
bukti konsistensi kedahsyatan antioksidan yang terkandung dalam ekstrak air
dari daun afrika. Antioksidan yang beragam didapati pada daun afrika ini mampu
bekerja tidak saja dalam tataran "teori" yang logis, tetapi praktis
empiris.
Setidaknya ada 6
peneliti, dengan latar belakang spesialisasi berbeda, yang menuliskan laporan
dalam jurnal bioteknologi yang diterbitkan pada 2012. Mereka adalah Wang Yong
Ho, Abdul Hadi Naoman Yousr, dan Noorjahan Banu Alitheen (Department of Cell
and Molecular Biology, Universiti Putra Malaysia), Boon Kee Beh (Department of
Bioprocess Technology, Universiti Putra Malaysia), Swee Keong Yeap (Institute
of Bioscience, Universiti Putra Malaysia), dan Woon San Liang (Spektra Biotek
Sdn Bhd).
Potensi ekstrak air
dari daun afrika sebagai agen antioksidan in vitro telah lama ditemukan
sebelumnya. Pada penelitian ini, mereka melakukan pembuktian kuantitatif atas
aktivitas antioksidan daun afrika, tidak saja secara in vitro, tetapi juga in
vivo.
Pengujian dalam studi
ini meliputi DPPH radical scavenging assay, aktivitassuperoxide dismutase
(SOD), malondialdehyde (MDA) level dan total antioxidant capacity (TAOC).
Pada in vitro DPPH
assay menunjukkan bahwa ekstrak daun afrika merupakan agen antioksidan moderat
bila dibandingkan terhadap vitamin C. Pada tes
in vivo, peningkatan SOD dan TAOC serta penurunan level-level MDA
teramati pada organ-organ dan darah dari hewan percobaan yang mendapatkan
perlakuan. Disimpulkan bahwa ekstrak daun afrika berpotensi sebagai agen
antioksidan yang dapat melindungi sel-sel pada organ terhadap stres oksidasi.
Sebagai kesimpulan,
para peneliti sepakat menyatakan bahwa ekstrak semprot kering (dried spray)
daun afrika memiliki aktivitas antioksidan, baik in vitro dan in vivo. Dalam
penelitian ini terbukti daun afrika tidak hanya mampu meningkatkan plasma dan
tingkat antioksidan sel darah merah, tetapi juga mampu untuk masuk ke dalam
sel-sel hidup di organ dan melindungi mereka dari kerusakan oksidatif, setelah
14 hari konsumsi terus menerus.
Hal ini dapat
digunakan dalam mengompensasi penurunan kapasitas antioksidan total dalam
paru-paru dan hati dan meningkatkan tingkat SOD dalam organ dan darah. Secara
keseluruhan hal ini berarti daun afrika mampu mengurangi risiko peroksidasi
lipid.
Diabetes
Daun afrika tidak hanya mengurangi tingkat gula darah secara
drastis, tetapi juga membantu memperbaiki pankreas. Anjuran pemakaian, peras 10
genggam daun segar dicampur dengan 10 liter air, minumlah 2 gelas, 3 x sehari.
Beberapa orang juga menambah segenggam daun afrika untuk dimakan juga.
Menurut sebuah
penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Pharmacy & Bioresources, para
peneliti di University of Jos, menyatakan bahwa ekstrak kloroform kasar daun
afrika memiliki efek anti-diabetes pada tikus dengan diabetes mellitus
(diabetes tipe 2), pada kondisi laboratorium.
Demikian pula, para
peneliti menulis dalam Medical Journal of Islamic World Academy of Sciences
bahwa pemberian ekstrak air daun afrika dengan konsentrasi 500 mg / kg berat
badan secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah. Kemanjurannya
menurunkan kadar glukosa darah adalah sebanding dengan klorpropamid, obat
standar yang digunakan dalam pengelolaan diabetes.
Nyatanya, obat
anti-diabetes herbal berbasis daun afrika telah lulus uji klinis dan menerima
Paten Amerika Serikat nomor 6531461 untuk pengobatan diabetes sejak 2008.
Serangan Jantung dan Stroke
Konsumsi rutin sayuran seperti daun afrika dan Telfairia
occidentalis (Ugwu) dapat membantu mengatur kadar kolesterol dalam
darah, yang merupakan faktor risiko serangan jantung dan stroke. Penumpukan
kolesterol dan zat-zat lain yang disebut plak, dapat mempersempit arteri hingga
tersumbat, menyebabkan arteriosklerosis, atau pengerasan pembuluh darah. Seiring
waktu, hal ini menyebabkan serangan jantung.
Studi, yang
dipublikasikan dalam African Journal Of Biochemistry pada 2011, menunjukkan
bahwa diet daun afrika dan ugwu menyebabkan peningkatan serum kolesterol baik
(HDL) secara signifikan, menunjukkan peran protektif terhadap jantung dan
pembuluh darah, termasuk dari serangan jantung.
Sakit perut
Dalam kasus sembelit, sakit perut dan radang lambung, daun
afrika adalah obat. Mengunyah batang lembut tanaman atau di-jus dengan tambahan
sedikit garam hingga tiga sendok makan, adalah upaya peredaan segera.
Malaria
Daun afrika telah banyak digunakan dan diakui kemanjurannya
dalam mencegah malaria. Daun mentah dipetik dan dicuci sebelum diperas untuk
mendapatkan jusnya. Minum jus langsung sebagai penangkal malaria.
Dalam studi antimalaria, para peneliti menemukan bahwa di
bawah kondisi laboratorium, ekstrak daun afrika yang terbuat dari air dan
etanol menunjukkan aktivitas antimalaria moderat dengan tingkat toksisitas yang
dapat diabaikan dalam tes hewan-tikus.
Pada edisi 2011 dari
studi Science World Journal, ekstrak etanol daun afrika menunjukkan aktivitas
antimalaria tertinggi 78,1 persen. Ekstrak air memiliki penghambatan
pertumbuhan parasit malaria sebesar 74,0 persen.
Pada studi lain,
didokumentasikan dalam jurnal African Health Sciences, 2008, daun afrika
berpotensi membalikkan resistensi chloroquine bila digunakan sebagai adjuvant
bersama obat standar untuk malaria itu.
Rematik dan Arthritis
Seorang apoteker lulusan pendidikan profesi di ITB, Dra
Kurniawati, Apt., menyatakan khasiat mengonsumsi daun afrika secara rutin
sangat terasa. "Terutama pada lansia yang mengalami keluhan radang sendi,
dalam seminggu mengonsumsi daun afrika, keluhan hilang atau reda,"
katanya. "Bahkan ada yang terpaksa sholat sambil duduk, karena sakit tak
tertahankan pada lutut saat melakukan gerakan berdiri setelah sujud, dalam
waktu singkat bisa kembali sholat normal," kata Ibu yang berhijab ini.
Apakah kesembuhan
dari keluhan persendian ini karena efek anti radang sendi atau anti rasa sakit
saja? Kurniawati, yang menyelesaikan studi farmasi S1 di Unpad ini, meyakini
ada mekanisme lain yang terkait dengan sistem imun. "Ada banyak macam
sakit sendi, harus dokter yang memastikan diagnosisnya. Yang mereka rasakan
hanya gejalanya saja," katanya. Untungnya mengonsumsi daun afrika akan
memperoleh efek lengkap untuk satu gejala kompleks radang sendi ini, yaitu
anti-inflamasi, pereda sakit, dan meningkatkan imunitas.
Anti-anflamasi dan Analgesik
Aksi anti-inflamasi daun afrika telah dilaporkan dalam
British Journal of Pharmacology and Toxicology terbitan 2013. International
Journal of Advanced Pharmaceutical and Biological Sciences telah melaporkan
hasil riset yang membuktikan potensi daun afrika sebagai analgesik (pereda rasa
nyeri).
Meningitis
Meningitis, di akhir Maret 2015 menjadi trending topic.
Tiada hari tanpa kuliah kesehatan, baik di dunia nyata maupun maya. Media
jurnalistik konvensional maupun situs-situs elektronik dan medsos tak henti
berkicau soal penyakit maut ini. Nyalakan TV, stel radio, buka medsos, selusur
online, ada saja yang membagikan informasi atau sekadar komentar tentang
penyakit yang menyebabkan kematian komedian Olga.
Ceriwis ihwal
meningitis ini boleh jadi karena nama besar penderita yang menjadi berita.
Ataukah masyarakat terguncang kabar besarnya biaya perawatan rumah sakit kelas
internasional yang hingga ratusan juta per hari? Bisa juga lantaran selama ini
nama penyakit ini nyaris tak tergubris dan sekonyong-konyong menyebabkan
penderitaan panjang seorang public figure yang sebelumnya nyaris setiap hari
merilis canda tawa paling laris.
Jadi, jelas sekarang
khalayak langsung cerdas jika ditanya soal penyakit yang menyerang selaput otak
dan sumsum tulang belakang dan menyebabkan peradangan. Setidaknya kini orang
tahu bahwa meningitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri,
virus, dan kuman lainnya, dan ada juga sebab-sebab non-infeksi. Yah sekali klik
di sini http://id.wikipedia.org/wiki/Meningitis, kita langsung paham, bahwa
begitu banyak penyebab, gejala, efek dan dampak terkait penyakit yang
sebenarnya sudah diketahui keberadaannya sejak jaman Yunani kuno Hippocrates
dan keemasan arab Ibnu Sina.
Pernah ada wabah
besar di berbagai belahan bumi, dan menjadi terkendali sejak ditemukan
antibiotik dan vaksin. Epidemik terakhir baru saja usai di afrika sub-sahara,
yaitu pada 1996-1997, yang mengakibatkan terjadi 250.000 kasus dan 25.000
kematian. Mengerikan. Memang di benua hitam ini ada daerah yang disebut sabuk
penyakit meningitis.
Kini kedokteran sudah
berkembang dan lebih siap menghadapi meningitis. Namun demikian tetap saja
banyak kejutan. Kedokteran dan layanan kesehatan negara semaju Singapura tidak
cukup memuaskan dalam memberikan solusi, apalagi rumah sakit dalam negeri.
Jadi, yuk kita upayakan tindakan komplementer dan alternatif, selain upaya
preventif dengan langkah-langkah higienis.
DAUN AFRIKA YANG SEDANG MERAJA
Saya, lagi-lagi, dan memang tergila-gila, menawarkan obat
penawar berupa daun afrika. Sesungguhnya sama sekali bukan obat penawar, bahkan
bukan obat. Namun, percayalah, cukup banyak alasan dan dasar, tentu saja
semaksimal mungkin dicarikan yang bersifat ilmiah, untuk menggunakan tanaman asal
afrika ini melawan penyakit yang epidemik di afrika juga.
Awalnya orang
mengenal khasiat daun afrika dari pengamatan pada perilaku simpanse. Tanaman
ini bukan makanan sehari-hari monyet afrika tanpa buntut itu. Hewan, yang
tergolong cerdas dan banyak diajak main film ini, mungkin juga tahu, bahwa
rasanya pahit nian, ga enak. Simpanse memakannya hanya jika sedang sakit
infeksi, terutama oleh serangan protozoa dan cacing. Dari contoh oleh alam ini
lah, manusia menelaah dan mengembangkan pemanfaatan.
Adakah hasil riset
biomedis yang menghubungkan meningitis dan daun afrika? Mari kita simak
sebagian jurnal ilmiah tentang ini. Selanjutnya akan kita cari lagi hasil-hasil
riset klinis yang lebih mendalam.
Para ilmuwan telah
menemukan bahwa mengonsumsi daun afrika akan memperoleh manfaat multi-efek
untuk gejala-gejala kompleks terkait meningitis, yaitu anti-inflamasi
(anti-radang), pereda sakit, dan meningkatkan imunitas melawan kuman.Aksi
anti-inflamasi daun afrika telah dilaporkan dalam British Journal of
Pharmacology and Toxicology terbitan 2013. International Journal of Advanced
Pharmaceutical and Biological Sciences telah melaporkan hasil riset yang
membuktikan potensi daun afrika sebagai analgesik (pereda rasa nyeri).
Sebuah hasil penelitian ilmiah dilaporkan dalam Global
Journal of Biotechnology and Biochemistry tentang ekstrak daun afrika yang
terbukti meningkatkan angka CD4+. CD4+ ini merupakan parameter yang digunakan
dalam studi imunitas (daya tahan tubuh). Lemahnya sistem kekebalan tubuh penderita
HIV/AIDS, misalnya, biasa dari waktu ke waktu diukur angka CD4+ sang pasien.
Berikut ini grafik yang menunjukkan bukti aksi daun afrika pada sistem imun
dengan parameter sel CD4+.
Para peneliti
menyatakan bahwa ekstrak air dari daun afrika dengan dosis 200-800 mg/kg berat
badan, dalam penggunaan selama 21 hari, meningkatkan jumlah sel CD4+ pada tikus
percobaan. Karena itu, kata peneliti farmasi dari 2 perguruan tinggi di Nigeria
ini, ekstrak air dari daun tumbuhan yang bernama ilmiah Vernonia amygdalina Del
ini dapat digunakan sebagai peningkat daya tahan tubuh (immune booster) pada
kondisi kesehatan yang dikompromikan. Begitu.
Sebagai penutup,
teringat kata guru saya dulu, mencegah lebih baik daripada mengobati. Lebih
daripada itu, apa pun pengobatan yang sedang dijalani, tidak ada salahnya
menjadikan daun yang pahit ini menjadi lalapan penjinak penyakit. Seperti
simpanse, jika Anda sakit infeksi, tambahkan sayuran ini sebagai diet, sejauh
tidak dilarang dokter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar