Sabtu, 28 Maret 2015

Daun Afrika Menghadang Meningitis

Meningitis, hari-hari ini menjadi bab kuliah kesehatan paling populer di dunia nyata dan dunia maya, media jurnalistik konvensional maupun situs-situs elektronik dan medsos. Nyalakan TV, stel radio, buka medsos, selusur online, ada saja yang membagikan informasi atau sekadar komentar tentang penyakit yang menyebabkan kematian komedian Olga. Ceriwis ihwal meningitis ini boleh jadi karena nama besar penderita yang menjadi berita. Ataukah masyarakat terguncang kabar besarnya biaya perawatan rumah sakit kelas internasional? Bisa juga lantaran selama ini nama penyakit ini nyaris tak tergubris dan sekonyong-konyong menyebabkan penderitaan panjang seorang public figure yang sebelumnya nyaris setiap hari merilis canda tawa paling laris.
Jadi, jelas sekarang khalayak langsung cerdas jika ditanya soal penyakit yang menyerang selaput otak dan sumsum tulang belakang dan menyebabkan peradangan. Setidaknya kini orang tahu bahwa meningitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, dan kuman lainnya, dan ada juga sebab-sebab non-infeksi.
Yah sekali klik di sini http://id.wikipedia.org/wiki/Meningitis, kita langsung paham, bahwa begitu banyak penyebab, gejala, efek dan dampak terkait penyakit yang sebenarnya sudah diketahui keberadaannya sejak jaman Yunani kuno Hippocrates dan keemasan arab Avicenna.
Pernah ada wabah besar di berbagai belahan bumi, dan menjadi terkendali sejak ditemukan antibiotik dan vaksin. Epidemik terakhir baru saja usai di afrika sub-sahara, yaitu pada 1996-1997, yang mengakibatkan terjadi 250.000 kasus dan 25.000 kematian. Mengerikan.
Kini kedokteran sudah berkembang dan lebih siap menghadapi meningitis. Namun demikian tetap saja banyak kejutan. Kedokteran dan layanan kesehatan negara semaju Singapura tidak cukup memuaskan dalam memberikan solusi, apalagi rumah sakit dalam negeri. Jadi, yuk kita upayakan tindakan komplementer dan alternatif, selain upaya preventif dengan langkah-langkah higienis.

DAUN AFRIKA YANG SEDANG MERAJA
Saya, lagi-lagi, dan memang sedang tergila-gila, menawarkan obat penawar berupa daun afrika. Sesungguhnya sama sekali bukan obat penawar, bahkan bukan obat. Namun, percayalah, cukup banyak alasan dan dasar, tentu saja semaksimal mungkin dicarikan yang bersifat ilmiah, untuk melawan penyakit yang menjadi epidemik di afrika tertentu itu dengan tanaman asal afrika juga.
Awalnya orang mengenal khasiat daun afrika dari pengamatan perilaku simpanse. Tanaman ini bukan makanan sehari-hari monyet afrika tanpa buntut itu. Hewan, yang tergolong cerdas dan banyak diajak main film ini, mungkin juga tahu, bahwa rasanya pahit nian. Simpanse memakannya jika sedang sakit infeksi, terutama oleh serangan protozoa dan cacing. Dari contoh oleh alam ini lah, manusia menelaah dan mengembangkan pemanfaatan.
Adakah hasil riset biomedis yang menghubungkan meningitis dan daun afrika? Mari kita simak sebagian jurnal ilmiah tentang ini. Selanjutnya akan kita cari lagi hasil-hasil riset klinis yang lebih mendalam.
Para ilmuwan telah menemukan bahwa mengonsumsi daun afrika akan memperoleh manfaat multi-efek untuk gejala-gejala kompleks terkait meningitis, yaitu anti-inflamasi (anti-radang), pereda sakit, dan meningkatkan imunitas melawan kuman.
Aksi anti-inflamasi daun afrika telah dilaporkan dalam British Journal of Pharmacology and Toxicology terbitan 2013. International Journal of Advanced Pharmaceutical and Biological Sciences telah melaporkan hasil riset yang membuktikan potensi daun afrika sebagai analgesik (pereda rasa nyeri).
Sebuah hasil penelitian ilmiah dilaporkan dalam Global Journal of Biotechnology and Biochemistry tentang ekstrak daun afrika yang terbukti meningkatkan angka CD4+. CD4+ ini merupakan parameter yang digunakan dalam studi imunitas (daya tahan tubuh). Lemahnya sistem kekebalan tubuh penderita HIV/AIDS, misalnya, biasa dari waktu ke waktu diukur angka CD4+ ini.
Berikut ini grafik yang menunjukkan bukti aksi daun afrika pada sistem imun dengan parameter sel CD4+.

Para peneliti menyatakan bahwa ekstrak air dari daun afrika dengan dosis 200-800 mg/kg berat badan, dalam penggunaan selama 21 hari, meningkatkan jumlah sel CD+ pada tikus percobaan. Karena itu, kata peneliti farmasi dari 2 perguruan tinggi di Nigeria ini, ekstrak air dari daun tumbuhan yang bernama ilmiah Vernonia amygdalina Del. ini dapat digunakan sebagai peningkat daya tahan tubuh (immune booster) pada kondisi kesehatan yang dikompromikan. Begitu.
Sebagai penutup, teringat kata guru saya dulu, mencegah lebih baik daripada mengobati. Lebih daripada itu, apa pun pengobatan yang sedang dijalani, tidak ada salahnya menjadikan daun yang pahit ini menjadi lalapan penjinak penyakit. Seperti simpanse, jika Anda sakit infeksi, tambahkan sayuran ini sebagai diet, sejauh tidak dilarang dokter.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar