Daun Afrika Inovasi Nusantara DAIN usaha tani, pendidikan dan latihan (seminar, training, workshop), jual bibit stek daun afrika dengan harga Rp150.000 (12 batang) termasuk ongkos kirim pulau Jawa.
Hubungi hotline DAIN Daun Afrika Inovasi Nusantara
081398251010 BB 5895a5bb
Kebun percontohan Griya Bandung Indah B5-3 Tel 022-7533777 Bandung
Minggu ini cukup banyak interaksi informasi melalaui BBM, inbox Facebook, SMS, WA, dan Messenger menanyakan ihwal daun afrika. Sebanyak lebih dari 80 persen ingin membeli kapsul dan teh daun afrika, 10 persen menanyakan cara memperoleh bibit. Selebihnya yang 10 persen sisanya menanyakan hal-hal lain terkait tumbuhan multi khasiat ini, seperti literatur, uji klinis, efek samping, asal usul, dll.
Pada dasarnya saya mampu menyediakan semua bentuk produk dari tumbuhan yang aslinya bernama ilmiah Vernonia amygdalina ini. Mulai dari lalapan, olahan kuliner, minuman fungsional, kapsul serbuk daun, simplisia berupa daun segar, daun kering, bunga, kulit batang, dll. Aneka foto dengan model cantik atau public figure pun bisa saya sediakan. Yang sedang dalam riset serius adalah ekstrak untuk sediaan kosmetika medis dengan nano-tecnology.
Hanya saja di tahap sekarang ini saya memfokuskan diri utamanya menyediakan bibit murah dalam bentuk stek batang. Mengapa? Karena hasil penelitian dan testimoni dari mereka yang mengonsumsi produk-produk tadi untuk kesehatan tubuh menunjukkan bahwa daun segar lalapan memberikan efek khasiat terbaik. Produksi lainnya yang sudah rutin berputar adalah dalam bentuk sabun wajah anti jerawat (didukung penelitian PTN ternama di Sumatra) dan serum anti aging untuk awet muda (didukung tim marketing produk kecantikan untuk dokter-dokter dan klinik kecantikan).
Saya memang lebih senang bila untuk kesehatan tubuh secara keseluruhan, pemanfaatan daun afrika ini melalui daun segarnya. Artinya masyarakat perlu memiliki kebun atau sekumpulan pot untuk apotik hijau keluarga. Testimoni dari saudara, teman, tetangga dan kerabat lainnya menunjukkan kehebatan daun afrika segar sangat nyata. Kapsul serbuk pernah diproduksi dan diujicobakan, tetapi hasil positifnya hanya bagi konsumen lansia (di atas 60 tahun). Kebanyakan responden menyatakan tidak merasakan hasil penting selama batas waktu yang ditetapkan, yaitu selama 2 minggu konsumsi rutin setiap hari 3 x 1 kapsul per hari.
Daun afrika diolah dalam beragam produk
Khasiat yang menjadi parameter uji meliputi gejala-gejala nyeri sendi, tekanan darah tinggi, migrain, insomnia, kadar gula tinggi (diabetes), dan lumpuh pasca stroke. Setiap responden diuji untuk hanya 1 gejala saja. Hasilnya luar biasa. Ternyata daun afrika segar memiliki spektrum khasiat yang sangat luas. Sebanyak 100 % penderita radang sendi mengalami kesembuhan; 50% penderita tekanan darah tinggi mengalami kesembuhan; 100% penyandang insomnia sembuh; 100% penderita migrain sembuh; 43% penderita diabetes sembuh; belum ada kesembuhan penderita lumpuh pasca stroke.
Sekali lagi, prestasi daun afrika ini hanya diperoleh jika menggunakan daun segar alami, yang dilalap langsung, tanpa diproses kecuali pencucian saja.
Daun afrika sebagai serum wajah herbal alami
Selain menjual daun afrika dalam bentuk stek bibit, konsentrasi kami juga diarahkan pada pengembangan produk-produk lanjutan, dengan visi pengembangan pasar global. Selain terbukti khasiatnya melalui pengujian ilmiah, produk yang dihasilkan juga harus andal. Agar mampu bersaing dengan produk pendahulu dan produksi luar negeri, maka sebisa mungkin diterapkan teknologi mutakhir seperti nanoteknologi. Kami sengaja "meninggalkan" produk-produk yang umum disediakan oleh pengusaha herbal lainnya seperti teh herbal daun afrika dan kapsul serbuknya.
Selain itu kami juga sedang mencurahkan pikiran dan tindakan untuk menanam daun afrika di tempat yang lebih tinggi. Teorinya menyatakan bahwa jika ditanam pada ketinggian di atas 1.500 meter dpl, maka ada kemungkinan kita memperoleh buah dan biji. Ada khasiat khusus jika mengonsumsi buah dan biji tanaman yang dalam bahasa Inggris disebut bitter leaf ini.
Untuk mewujudkan hasrat menanam daun afrika di tempat yang lebih tinggi ini, kami telah bekerja sama dengan petani kopi di Lembang dan Garut. Mudah-mudahan tahun depan tanaman bisa berbunga dan berbuah. Mohon doa restu dari seluruh penggemar daun afrika. Nantikan dan simak terus tulisan-tulisan di blog ini, boleh dicopy-paste (seperti yang selama ini banyak mencuplik), tetapi jangan lupa dong menyebutkan sumbernya atau menautkan link-nya. terima kasih.
Daun afrika asal usulnya memang dari afrika, terutama dari kawasan sub-sahara alias afrika utara. Negara di benua afrika itu yang paling progresif melakukan penelitian adalah Nigeria. Penamaan sebagai daun afrika selatan bukanlah menunjukkan asalnya dari negara Afrika Selatan atau dari kawasan vegetasi afrika bagian selatan.
Adalah masyarakat Cina terutama Taiwan yang memulai menyadari kehebatan dan melakukan pengembangan kemanfaatan daun pohon yang bernama ilmiah Vernonia amygdalina. Penamaan Nan Fei Shu (nan itu berarti selatan) tidaklah menunjukkan tempat absolut dari bagian benua afrika, melainkan letak relatif dari cina; bumi di selatan cina, maksudnya.
Entah kapan dan oleh siapa tanaman ini bisa sampai ke negeri cina. Belum bisa dipastikan kebenaran cerita bahwa daun ini sudah dimanfaatkan kaisar dan kalangan istana jaman cina kuno dulu. Saya berpikir bahwa informasi yang diketoktularkan secara copy-paste itu bersifat hoax. Jelas menyebarnya pohon yang dalam bahasa Inggris bernama bitter leaf ini tidak ada hubungannya dengan hadist "belajarlah walau pun sampai ke negeri cina," sebab kelihatannya dalam hal pemanfaatan pohon ini sebagai obat, justru masyarakat cina belajar pada orang afrika yang dulu-dulunya belajar dari monyet tidak berbuntut. Betul sekali, adalah simpanse, jenis kera cerdas yang bisa main film, yang memberikan inspirasi kepada manusia afrika, ihwal kemujaraban khasiatnya.
Daun afrika bukanlah makanan sehari-hari bagi simpanse. Seperti juga kita, simpanse mungkin tidak suka rasa pahit yang luar biasa ini. Namun begitu, jika terkena infeksi, simpanse mencari dan memakan daun dari perdu yang tingginya bisa mencapai 5 meter ini. Di jaman masih banyak orang belajar dari alam, dan peka terhadap fenomena alam sekitarnya, wajar jika ada orang-orang bijak dan kritis menangkap perilaku monyet hitam lucu ini dalam mengobati diri jika terserang sakit. Dari situ kemudian manusia mencoba membongkar rahasia dibalik keampuhan daun afrika dalam mengobati penyakit infeksi oleh sebab cacing, plasmodium malaria, bakteri, dan jamur.
Sekarang, daun afrika telah menyebar ke seantero dunia. Awalnya disosialisasikan oleh biarawati dan gerakan sosial lainnya. Produknya telah mencapai benua amerika dan dipasarkan melalui amazon[dot]com. Di Indonesia diperkirakan masuk pada awal tahun 2000-an. Daun afrika pertama ditanam di pulau Jawa pada 2008 di Bogor.
Pemanfaatan daun afrika sebagai obat herbal berbentuk kapsul atau teh herbal, tampaknya merupakan trend yang terbangun di luar afrika. Aslinya di afrika, daun ini umumnya diolah menjadi beragam produk kuliner.
Daun afrika dalam sup Nigeria
Berikut ini saya tempel sebuah artikel dari Tanzania, Afrika Timur:
Observations of chimpanzees' feeding behavior in Tanzania,
East Africa, have led to the discovery of medicinal properties and other
potential applications for two types of plants. This type of study, involving
the ways animals use plants, is referred to as zoopharmacognosy, a term coined
in 1992 from Greek roots: zoo- = animal; pharma- = a drug or poison; and
-cognosy = to recognize.
While conducting such a study in Tanzania's Gombe National
Park, Harvard University graduate student Richard Wrangham noticed chimps
selecting and eating the leaves of Aspilia sp. (Other scientists have since
studied chimps in other areas, including the Mahale Mountains.) The three main
species selected were A. mossambicensis, A. pluriseta, and A. rudis. Other
researchers noticed chimps selecting and eating the pith of Vernonia
amygdalina. In both cases, these were obviously not appealing food choices for
the chimps because they grimaced when swallowing the leaves, and the pith is
known to be very bitter.
Interestingly, it was noted that not all chimps practiced
"whole leaf swallowing" and "bitter pith chewing," as
scientists now refer to those practices. Furthermore, Michael Huffman of the
Primate Research Institute at Kyoto University noted that the chimps practicing
these behaviors were in poorer health than the others. Specifically, they
seemed depressed and despondent, tended to separate themselves from the group,
and had diarrhea. This observation led to the hypothesis that Aspilia and
Vernonia were consumed in response to illness, possibly parasitic infestation.
In 1989, Huffman and his collaborators tested this hypothesis by collecting and
analyzing fecal samples and documenting chimp activity for as many individuals as
possible. Fecal analysis revealed that chimps practicing whole leaf swallowing
and/or bitter pith chewing were in fact suffering from single or multiple
parasitic infections.
Vernonia pith was examined via bioassay, a technique in
which living material in a system is tested for biological activity. The tests
showed antiparasitic activity against microorganisms that infect both chimps
and humans. Further analysis of the bitter pith revealed chemicals categorized
as sesquiterpene lactones and steroid glycosides, both of which are known for
their bioactivity. Specifically, vernonioside B1 and vernoniol B1, two
compounds isolated from the pith of Vernonia, suppressed movement and
egg-laying activity in bioassays of Schistosoma japonicum, a parasitic worm. Thus,
apparently the chimps were selecting Vernonia for its chemical constituents.
A different mode of action was found for Aspilia. When the
fecal samples of chimps consuming those leaves were analyzed, not only did the
feces contain a stable number of parasites during Aspilia consumption, but the
parasitic worms (Oesophagostomum stephanostomum) were still very much alive.
Obviously, consuming the plant had suppressed neither the movement nor the
egg-laying activity of the parasitic worms. However, the analysis also revealed
that Aspilia leaves not only remained whole and undigested, but were curiously
folded like accordions--a characteristics that turned out to have a function:
O. stephanostomum attach their suckers to the intestine's mucous lining, where
they extract nutrients from the host. In this case, the intestinal worms were
firmly stuck to the surface of the leaves (which are known to have a high
concentration of trichomes, or hairs) and caught between the accordion-like
folds! Clearly this was a physical removal of the parasites as the roughness of
the leaf surface seemed to dislodge the worms from the animal's intestinal
lining.
Aspilia is a dicot in the Compositea or Asteraceae family,
and its distribution includes tropical America, Africa, and Madagascar.
Although leaf swallowing basically results in the physical removal of
intestinal worms, additional research into the chemical composition of
Aspilia's parts other than the leaves has indicated the production of a red oil
called thiarubrine-A. This chemical has been found to inhibit the growth of
many disease-causing agents, specifically parasitic worms, microorganisms, and
other intestinal parasites.
Vernonia is also in the Asteraceae family, with a similar
distribution to that of Aspilia. Its sesquiterpene lactones have demonstrated
anti-tumor activity, and the Vernonia chemicals (vernoniosides) of the pith
have proven effective against drug-resistant malarial parasites, which are very
common within the range of this plant.
Although the chimpanzees pointed the way to Aspilia and
Vernonia, plants overlooked in the past, additional research has revealed that
Aspilia and Vernonia have been part of Tanzanian folk medicine for hundreds of
years. The WaTongwe traditionally use Vernonia for stomachaches and several
parasitic infections. A. latifolia has been reported to stop bleeding by
inducing clot formation. The leaves of Vernonia are highly toxic and apparently
avoided by the chimps; however, after soaking the leaves in water and cooking
them, local people use them in soup and stew as a strength-giving tonic. They
also widely use Vernonia to treat parasites and other ailments in themselves
and their livestock, indicating potential agricultural applications for other
countries. Additionally, it is documented that Vernonia is used locally as an
insecticide.
Apparently we can learn much from watching our neighbors on
planet Earth!
ABSTRAK PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN AFRIKA SELATAN (Vernonia amygdalina) ORAL MENINGKATKAN KADAR INSULIN PUASA DAN MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH POST PRANDIAL PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN DIABETES MELITUS
Diabetes melitus adalah penyakit kelainan metabolik dengan karakteristik hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya. Glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik dan menumpuk di dalam darah karena pankreas tidak cukup memproduksi insulin yang diproduksi tersebut. Ekstrak daun Afrika Selatan dengan kandungan zat aktifnya seperti saponin, tanin, flavonoid, alkaloid dan polifenol dapat digunakan untuk menurunkan glukosa darah post prandial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian ekstrak daun Afrika Selatan (Vernonia amygdalina) secara oral meningkatkan plasma insulin dan menurunkan kadar glukosa darah post prandial pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan yang diabetes melitus.
Penelitian ini adalah eksperimental murni dengan Pretest Posttest Control Group Design, menggunakan tikus putih (Rattus norvegicus) usia 2,5 bulan dengan berat 180 – 200 gram. Jumlah sampel ini 20 ekor tikus diabetes yang dibagi menjadi 2 kelompok, masing – masing kelompok sebanyak 10 ekor yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakukan (daun Afrika Selatan). Kelompok kontrol diberikan plasebo (aquadest) sebanyak 1cc setiap hari selama 14 hari. Sedangkan kelompok perlakuan diberikan ekstrak etanol daun Afrika Selatan 80mg/20grBB tikus setiap hari selama 14 hari.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan terjadi penurunan glukosa darah post prandial secara bermakna dari184,3017,06mg/dL menjadi 166,9014,98mg/dL (p<0 6="" 7="" bermakna.="" bermakna="" dan="" dari="" insulin="" kadar="" kelompok="" kontrol="" menjadi="" menunjukkan="" ml="" p="" peningkatan="" perbedaan="" puasa="" secara="" sementara="" terjadi="" tidak="" yang="">Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak etanol daun Afrika Selatan 80mg/200gr BB tikus secara oral selama 14 hari menrunkan kadar glukosa darah post prandial dan meningkatkan kadar insulin puasa pada tikus diabetes melitus.
Kata kunci : ekstrak daun Afrika Selatan, kadar glukosa darah post prandial, kadar insulin puasa , tikus diabetes melitus.
ix0>
ABSTRACT
ORAL ADMINISTRATION OF AFRICAN BITTER LEAF (Vernonia Amygdalina) EXTRACT INCREASED FASTING INSULIN LEVEL AND DECREASED POST PRANDIAL GLUCOSE LEVEL OF DIABETIC ALBINO MALE RATS (Rattus norvegicus)
Diabetes mellitus is a metabolic disorders characteristize of chronic hyperglycemia and abnormal metabolism of carbohydrates, fats and proteins caused by decrease in insulin secretion, insulin action or both. Blood glucose can not be used properly and accumulates in the blood because the pancreas does not produce enough insulin to metabolize blood glucose and insulin resistance occurs so that the body can not effectively use the insulin that is produced. African bitter leaf extract the active substance example saponin, tannin, flavonoid, alkaloid and polifenol can be decreased post prandial glucose level. The purpose of this study was to determine that the treatment of African Bitter Leaf extract orally increased fasting plasma insulin level and lowers post prandial blood glucose and of diabetic albino male rats (Rattus norvegicus).
The study was conducted using the Experimental Pretest Posttest Control Group Design involving control group and experimental group. This research used 2,5 months old and 180-200gr weight laboratory rats (Rattus norvegicus) as subject. The samples of 20 diabetic rats were divided into two groups of 10 subjects each for control group dan experimental group (African bitter leaf extract). Control group was treated with 1cc of placebo aquadest everyday for 14 days, experimental group was treated with 80mg/200gr rat body weight African bitter leaf extract everyday for 14 days.
The study concluded that the group which given extract of African Bitter leaf decreased significantly the Post Prandial blood glucose level, from 184.7012.37mg/dL to 166.9014.98mg/dL (p<0 .05="" 6.53="" 7.25="" and="" control="" did="" fasting="" from="" group="" increased="" insulin="" level="" ml="" not="" p="" plasma="" result.="" showed="" significantly="" the="" to="">The study concluded that the administration of 80mg/200gr rat body weight African bitter leaf extract everyday for 14 days decreased post prandial glucose level and increased fasting plasma insulin level in diabetic rats significantly.
Key words : African bitter leaf extract, diabetic mellitus rat, post prandial glucose plasma level, fasting plasma insulin, DM0>
Pagi pagi tadi tanpa pemberitahuan terlebih dulu, seorang kakek datang meminta 1 dahan pohon Vernon (daun afrika). "Ini yang pasang iklan daun, apa itu, daun afrika?" tanyanya langsung. Betul, kata saya, sambil dalam hati bertanya-tanya iklan di mana ya haha. Beliau sudah mengetahui ihwal harga stek bibit daun afrika yang Rp150.000 per kg itu.
"Saya minta satu batang aja," katanya sambil menjelaskan satu dahan panjang, maksud dia. Saya ke dapur mengambil pisau besar. Saat kembali ke halaman, dia bertanya berapa jadinya. Karena tinggal se-komplek perumahan dengan saya, jadi tidak enak hati menyebut harga. Namun demikian, saya ingin tahu juga "keberhasilan" yang dikata iklan tadi. Maka dari itu saya mengeluarkan jawaban mantra basa basi. "Dengan tetangga berapa aja," kata saya sambil melangkah mencari dahan yang cukup tua dan panjang.
Biasanya yang menjadi kendala pengiriman bibit yang bagus adalah berat stek batang. Karena ini dijemput langsung di TKP (kebun percobaan), maka soal berat menjadi diabaikan. Bebas memilih dan bebas membayar, jika dibayar harga tinggi, alhamdulillah, jika dibayar murah, kebangetan hahaha, becanda.
"Jadi berapa harganya?" kata kakek ini lagi. "Seratus ribu boleh?" sambungnya lagi. Saya jawab cepat-cepat "Boleh." Dalam hati tentu saya berteriak hore, pohon Vernonia amygdalina beserta jerih payah sosialisasinya cukup diapresiasi. Saya bersyukur dan makin bersemangat mengembangkan tanaman hebat ini.
Dahan yang menjuntai ke halaman tetangga langsung dipotong. Tanpa dipotong-potong, hanya dibagi 2, atas permintaannya, dahan yang masih berdaun dan berbunga di ujungnya ini, diangkut dengan motor metik. Terima kasih, Pak, pas tabung gas 12 kg kosong, pas ada yg ngisiin.
Minggu lalu ada 3 order dari luar pulau Jawa. Apa daya, yang dikirim adalah stek berukuran sedang untuk mengejar jumlah 15-20 batang. Yang penting tumbuh. Berdasarkan percobaan di kebun, stek yang tua dan besar, lamban bertunas, tetapi akan lebih kokoh dan cepat besar pada fase pertumbuhan selanjutnya. Jadi, jika di dalam kota dan ingin juga melihat kebun percobaan, Anda beruntung karena dapat memiliki stek bibit yang tua. Pilih saja batang yang paling besar dan panjang, harga tetap Rp100.000 per dahan. Tentu saja harga dapat berubah-ubah sewaktu-waktu. Sedangkan untuk yang di luar kota dan menggunakan jasa pengiriman JNE, harga mohon dimaklum Rp150ribu untuk 15 batang berukuran sedang.
Seluruh hasil penjualan bibit stek pohon Vernon ini digunakan untuk penelitian dan pengembangan hingga diperoleh suatu produk yang andal yang potensial meningkatkan kualitas kesehatan orang banyak. Penelitian dikerjakan oleh profesional di bidangnya dipimpin oleh saintis doktor biokimia/farmasi, dari lembaga riset ternama di Indonesia. Lembaga riset ini tidak mengenakan biaya karena memang ingin membantu usaha kecil dan sekaligus juga karena ada aspek kebaruan. Biaya diperlukan untuk implementasi kecil-kecilan dalam bidang minuman kesehatan dan kosmesetikal. Potensi pohon vernon ini bakal mencakup dunia pengobatan medis luka. Begitu kata peneliti, percaya aja deh.
Sebenarnya sudah ada investor yang berminat dengan cerita masa depan daun afrika. Sayangnya masih belum cukup percaya dan ikhlas mengikuti hasrat kreasi proyek rintisan ini. Jadi, ya kita wong cilik ini jalan semampunya saja.
Dengan jalan hidup seperti ini saja, kita sudah dapat meraih kemajuan, setapak setapak. Sudah dilahirkan produk-produk teh dan kapsul herbal, minuman fermentasi segar, ekstrak ajaib hijau eksotik, sabun herbal dan serum herbal untuk wajah awet cantik dan mulus sampai tua.
Pengembangan produk menemui kendala fasilitas produksi. Untuk memperoleh ijin edar produk, BPOM menstandarkan fasilitas produksi yang berukuran luas lahan 200m2 dan bangunan 100m2. Standar sarana produksi juga mencakup kualitas interior dan peralatan yang digunakan. Idealnya, BPOM semestinya juga membuat aturan kompensasi bagi pengusaha UKM yang berbasis bahan-bahan herbal dan meminimalisasi penggunaan bahan kimia serta menggunakan bahan-bahan yang sudah dimaklumkan aman. Kita, peneliti dan pengembang produk berbasis iptek, kepentok di sana dan di sini. Ya sudah, kembali melamun saja, moga-moga ada yang setiap hari datang membeli dahan-dahan pohon Vernon daun afrika ini, hingga suatu hari, kita memiliki pabrik mini yang memenuhi peraturan yang berlaku.
Daun afrika (Vernonia amygdalina) meski pun telah diakui kemujarabannya oleh awam dan para peneliti, tetap mengandung kabut misteri. Tidak semua khasiat dan efek bakal disampaikan kepada khalayak. Ada potensi yang dikandungnya yang lebih "aman" jika dirahasiakan, terutama karena masih kurang diapresiasinya dedikasi para peneliti dan penemu rahasia alam oleh masyarakat.
Para peneliti dan formulator produk-produk dengan kandungan daun afrika tidak selalu memiliki kemampuan untuk mengurus Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Selain itu, kendala produksi karya-karya para penemu juga pada sarana dan prasarana. Meski pun sediaan herbal yang diciptakan dirasakan manfaatnya oleh semua orang, tetapi belum tentu produknya mendapatkan ijin edar dari otoritas obat dan makanan (BPOM) atau Dinkes. Alasannya tentulah benar bahwa sarana produksi dinilai tidak memadai untuk mendapatkan persetujuan ijin edar.
Apa jadinya jika suatu produk bagus tidak memiliki ijin edar? Jika tetap diproduksi dan diedarkan, para pelaku industri kreatif ini akan dipenjara, akan dikriminalisasikan. Kejadian seperti ini sesungguhnya banyak sekai tetapi tidak sampai ke meja hijau atau meja redaksi. Kok bisa? Sebab para manusia cerdas yang menjadi pelaku ini sudah berubah wujud atas kerelaannya untuk menjadi ATM oknum pihak berwajib; selagi ada setoran, ya silakan terus berproduksi.
Daun afrika beruntung memiliki khasiat yang kuat dan tidak terlalu terkenal. Agar tidak celaka berhadapan dengan hukum, para produsen perlu selalu kompak dan dingatkan untuk tidak perlu menuliskan dan menggembar-gemborkan khasiat medisnya. Jual saja dalam bentuk teh herbal yang diminum sore dan malam, dan akan mendapatkan sensasi kesegaran dan semangat saat bangun tidur.
Tentu saja strategi ini tidak digunakan selamanya. Jika produk daun afrika kita cukup digemari pelanggan, kumpulkan hasilnya sebagian untuk keperluan memperbaiki sarana produksi. Kita harus memiliki ijin edar dari BPOM sebelum memroduksi dan mengerdarkan produk daun afrika yang lebih spesifik berkesan obat. Tidak sulit mendapatkan ijin BPOM asal kita telah mengikuti aturan dalam membangun "pabrik" kita.
Kemujaraban khasiat daun afrika sesungguhnya bukanlah isapan jempol alias bohong. Para peneliti akademik sudah memulai melakukan riset skripsi dan tesis. Staf lembaga penelitian nasional juga telah ikutan melakukan penelitian dengan metode terstandar dan peralatan canggih. Pada tingkat sangat awal, salasatu kelompok peneliti membuktikan bahwa daun afrika tidak positif dalam efek anti-kanker menggunakan sel hela. Meski pun begitu bukan berarti tidak ada gunanya daun afrika bagi penderita kanker. Karena ada peneliti lain yang membuktikan efek anti kanker, maka sementara ini kita dapat menyimpulkan bahwa dalam konteks anti kanker, daun afrika mungkin memiliki zat antikanker tetapi kurang andal.
Daun afrika tidak perlu disangsikan untuk dikonsumsi dengan harapan kesembuhan, tetapi yang harus tetap ditunda adalah klaim medis. Jadikan daun afrika sebagai kuliner baru, lalu jika suatu saat kita menyaksikan bahwa semua, yang rajin mengonsumsi daun afrika, mendapatkan "kesaktian" dan kesembuhan, maka terwujudnya produk-produk daun afrika sebagai bisnis potensial hanya menunggu waktu saja. Lalu siapakah yang bakal ketumpahan rizki dari usaha taninya? Kita semua para perintis, aamiin.
The 2015 Dietary Guideline Advisory Committee baru saja merilis rekomendasi baru untuk membatasi gula tambahan 10 persen dari kalori harian. Sekarang, orang Amerika mengonsumsi lebih banyak gula daripada sebelumnya - rata-rata, sekitar 160 pound per tahun.
James DiNicolantonio adalah seorang ilmuwan penelitian kardiovaskular di St Luke Mid-America Heart Institute di Kansas City, Mo. Dia baru-baru ini menerbitkan sebuah tinjauan komprehensif dari lusinan studi di mana ia berpendapat bahwa gula lebih berbahaya daripada garam, terkait risiko penyakit jantung. Dia mengatakan bahwa gula rafinasi mirip dengan kokain - kristal putih diekstrak dari tebu alih-alih daun koka - dan bahwa studi menunjukkan hal itu dapat menjadi lebih adiktif daripada narkoba.
“Ketika Anda melihat studi hewan membandingkan gula kokain,” kata DiNicolantonio, “bahkan ketika Anda mendapatkan tikus kecanduan kokain IV, setelah Anda memperkenalkan gula, hampir semua dari mereka beralih ke gula.”
DiNicolantonio mengatakan dalam konteks evolusi, manusia secara biologis tertarik gula, karena membantu tubuh untuk menyimpan lemak, sehingga memungkinkan nenek moyang kita lebih bertahan dalam musim dingin di Era Paleolitik. “Sayangnya, justru “hadiah” survival ini secara nerologis bekerja melawan kita yang kini menelan gula rafinasi pada tingkat potensi dan dosis tinggi lebih dari yang kita digunakan,” katanya.
Tapi kecanduan gula tidak biologis. Sebaliknya, DiNicolantonio mengatakan batas konsumsi tertentu harus dicapai selama periode waktu tertentu dalam rangka untuk mengubah neurokimia otak. Selanjutnya, orang mengalami penipisan dopamin dan penarikan gula.
“Anda mendapatkan pelepasan intensif dari dopamin pada konsumsi akut gula. Setelah kronis, reseptor-reseptor dopamin mulai menjadi down-regulated - melemah, dan kurang responsif, “katanya. “Itu dapat menyebabkan gejala mirip ADHD, tetapi juga dapat menyebabkan keadaan depresi ringan karena kita tahu bahwa dopamin adalah imbalan neurotransmitter.”
Ini bukan berarti bahwa orang tidak boleh mengkonsumsi gula, melainkan bahwa mereka harus membatasi asupan untuk menghindari efek samping, yang akhirnya dapat menyebabkan pra-diabetes, kata DiNicolantonio yang mengaku saat sangat membutuhkan gula, dia mengganti dengan coklat hitam atau almond.”
“Kita harus memberi orang harapan, kan? Anda tidak ingin hanya mengatakan bahwa mereka tidak boleh makan gula lagi, “katanya. Namun, ia mengatakan FDA bisa membantu mengurangi masalah ini.
“Pemerintah mensubsidi jagung, sehingga sirup jagung fruktosa tinggi lebih murah dari gula, dan itulah mengapa begitu merebak dalam makanan kita,” DiNicolantonio yang mengusulkan Pemerintah harus mulai subsidi makanan sehat. Apel harus lebih murah ketimbang cemilan manis, katanya.
Daun afrika memenuhi tantangan dunia kesehatan untuk mengambil bagian pada peringatan Hari Hipertensi Dunia, hari ini 17 Mei 2015. Tim DAIN (Daun Afrika Inovasi Nusantara) mempersiapkan diri sejak 2 hari sebelumnya, cek, cek:
mobil multi fungsi
pamflet
stek pohon untuk dijual
daun untuk icip-icip dan dibawa pulang bagi yang berminat
kantong
Oke, semua siap, saat pemeriksaan terakhir, malam sebelum hari-H. Subuh-subuh, Avanza abu-abu usia 5 tahun meluncur menembus fajar. Setengah enam kami sudah harus stand by, kata panitia. Apa boleh buat, karena tidak terbiasa keluar subuh, tim DAIN telat, untung masih ada tempat lowong untuk display daun afrika di area car free day, Buahbatu, Bandung.
Posisi yang kami pilih adalah tempat yang tidak terlalu ramai, di ujung selatan Jalan Buahbatu. Di dekat kami adalah tempat klub senam selalu unjuk gerak setiap hari Minggu. Mereka concern kesehatan, jadi cocok lah dengan misi kami.
"Selamat pagi, selamat memperingati Hari Hipertensi Dunia," kata saya mengundang mereka yang lewat untuk mau singgah ke outlet DAIN. Ada yang merapat, ada juga yang cuek. Selama 4 jam nangkring di situ, kami dikunjungi sekitar 40 orang. Separuhnya merasa sehat, tidak ada keluhan kesehatan yang berarti. Satu orang sudah mengenal daun afrika, dan merasakan kesembuhan dari hipertensi ringan. "Saya menanam di rumah, dan menanam juga di pabrik," kata wanita keturunan Tiongkok ini.
Daun afrika rupanya belum dikenal kebanyakan orang. Makanya agak ragu untuk membeli stek batang bibit ini, hanya 10 orang yang membeli. Lumayan, risiko operasional telah tertutupi.
Keliatannya perlu endorsement oleh public figure.
"Apakah pasti tumbuh?" tanya seorang pembeli. Saya pun menyampaikan jaminan. "Jika gagal tumbuh, akan diganti!" Weis, gaya amat, ada bibit pohon dijual dengan money back guarantee.
Silakan dicoba dan dibawa daunnya, sambil menunggu pertumbuhan, yang mungkin perlu waktu sebulan hingga bisa dipanen, efektifnya 3-6 bulan.
Baik yang membeli stek bibit atau tidak, kami membagikan daun-daun untuk tantangan kesembuhan dalam hitungan hari, bagi mereka yang hipertensi. Sudah banyak testimoni/kesaksian teman-teman yang rutin mengonsumsi daun afrika untuk keluhan darah tinggi, menjadi normal tekanan darahnya dalam waktu singkat.
Para ilmuwan afrika juga telah melakukan penelitian efek daun afrika mengatasi tekanan darah tinggi. Hasilnya sangat meyakinkan dan dimuat di jurnal-jurnal ilmiah.
Ada beberapa faktor yang terkait dengan tekanan darah. Pada kasus efek daun afrika, mekanisme penurunan tekanan darah adalah melalui mekanisme relaksasi pembuluh darah. Efek penurunan tekanan darah daun afrika ini kemungkinan melalui mekanisme asetilkolin dan histamin. Asetilkolin dan histamin diketahui mempengaruhi otot halus dan menyebabkan vasodilatasi pada tubuh.
Seorang teman yang suaminya se-umur-umur bergantung pada obat kimia menurut resep dokter, melaporkan bahwa dengan melalap daun afrika selembar sehari, tekanan darahnya kini normal. "Saya selalu membekalinya daun afrika ke dalam tas perjalanannya, jika ke luar kota," kata ibu ber-anak 2, lulusan ITB ini. Selain menormalkan tekanan darah suaminya, daun afrika juga menurunkan kadar gula darahnya secara signifikan. "Memang belum di angka normal, tetapi turun sangat berarti," katanya.
Jadi tim DAIN (Daun Afrika Inovasi Nusantara) ini ingin terus mensosialisasikan manfaat kesehatan dari daun afrika yang murah meriah ini. Sekali lagi, dari segala macam simplisia daun afrika, yang paling manjur adalah daun segarnya. Jadi, segeralah tanam di rumah masing-masing, untuk jaminan kesehatan tekanan darah sepanjang umur masih di kandung badan. Salam sehat!
Daun afrikaVernonia amygdalina Del tampaknya akan meraih piala champion dalam kompetisi liga khasiat tangkal penyakit. Pada kategori penyakit apa pun, Anda dapat memperhadapkan semua herbal satu per satu head to head melawan daun afrika. Daun afrika sulit ditandingi. Meski pun pada beberapa kategori kasus, simplisia tanaman lain lebih unggul, daun afrika menujukkan perlawanan gigih untuk tetap mendapatkan nilai.
Keunggulan dahsyat khasiat daun afrika terlihat saat menghadapi simplisia herbal lain dalam kategori insomnia dan demam. Pada kategori penyakit ini, efek penyembuhan daun afrika dapat ditunggui dalam hitungan menit.
Keunggulan mutlak juga terjadi pada kategori diabetes, hipertensi, rematik dan asam urat. Dalam hitungan beberapa hari, daun afrika dengan nyata mengungguli kinerja tanaman herbal lain. Sebutlah daun sukun, mulai dari memilih usia daun pun telah menjadi masalah, lalu jelas daun sukun tak mungkin dimakan langsung mentah-mentah. Daun binahong pun agak kerepotan menghadapi keluwesan rasa dan tekstur daun afrika. Daun afrika sekali lagi menang. Hasil akhirnya pun menunjukkan daun afrika lebih konsisten jika menyangkut statistik persentase kemanjuran.
Daun afrika telah menanamkan namanya pada beragam jurnal ilmiah dan klinis. Silakan Anda sebut nama penyakit apa pun pada mesin pencari google.com lalu rendengkan dengan nama ilmiah daun afrika, yaitu Vernonia amygdalina, maka akan selalu ada artikel/dokumen/laporan yang diinginkan. Kalau pun daun afrika tidak merupakan bahan utama dalam perlakuan pengobatan, setidaknya daun afrika bisa ambil bagian dalam terapi adjuvant. Hampir dipastikan daun afrika dapat memposisikan dirinya pada semua kasus penyakit, seminimal apa pun peran dan fungsinya.
Daun afrika juga memahatkan namanya pada pustaka ilmiah dan medis-klinis ihwal tumor dan kanker. Tidak terhitung jumlah penelitian meningkat dari tahun ke tahun. Satu lagi penyakit hebat yang mulai diujicobakan ketahanannya menghadapi daun afrika adalah HIV/AIDS.
Kedigdayaan daun afrika juga didukung kemampuannya untuk dapat hidup di berbagai jenis tanah dan cuaca, pantai hingga puncak gunung. Daun afrika pastinya akan memunculkan varian ecotype, tetapi dia tetap eksis di semua zona vegetasi di kawasan tropika dan sub-tropika. Bukan tidak mungkin, daun afrika juga dapat mengancam superioritas tumbuhan kutub. Karena nyaris kosmopolitan, maka daun afrika meraih suara hampir dari segala golongan demografi.
Daun afrika yang memang bukan basa-basi dari afrika asal usulnya, tidak asal hadir hingga ke negeri Cina. Cina bahkan yang awalnya menyadari kehebatan tanaman perdu ini dan menyebarluaskan kemanjurannya hingga termasyur. Daun afrika telah lama memenangi hati orang Tiongkok dalam memilih herba berkhasiat. Konon, bukan hanya juri jelata yang memberikan predikat juara pada daun afrika, tetapi juga juri istana.
Daun afrika akan tetap menjadi juara dunia herbal. Di masa depan, daun afrika akan ditambahkan pada semua jamu. Mengapa perlu? Sebab, apa pun kehebatan dari simplisia tumbuhan herbal dalam mengatasi penyakit yang dirasakan, seseorang mesti beristirahat untuk meraih sehat sejati. Sejauh ini daun afrika, lagi-lagi, adalah herbal juara dalam menjaga dan meningkatkan kualitas istirahat Anda. Apa hendak dikata, daun afrika lah is the champion
Daun afrika baru saja mulai diangkat menjadi komoditi andalan masa depan. Setidaknya harian Pikiran Rakyat baru baru ini menerbitkan tulisan tentang khasiat daun afrika pada 16 April 2015.
Setiap pelaku usaha tani selalu menanyakan ihwal pihak yang akan menampung hasil panennya nanti, jika mereka berkenan membudidayakan. Nyaris semua petani tidak berani berspekulasi. Janganlah menumpahkan air di tempayan, hanya karena mengharapkan hujan dari langit, begitu kata mereka.
Visi bahwa tumbuhan ini memiliki masa depan cerah sebagai "selebriti" dunia herbal, tidak menjadi alasan bagi petani untuk memberi hati. Saya pun merayu agar para petani mau menjadikannya tanaman pagar atau pembatas lahan, jika masih belum percaya menanamnya sebagai tanaman utama.
Hampir 3 tahun upaya PDKT (pendekatan) kepada dunia tani, hanya segelintir yang mau "menerima tanpa syarat" menanam stek bibit daun afrika yang ditawarkan. Itu pun sejumlah ala kadarnya. Hanya 1 petani Purwokerto, 1 petani buruh di Cilacap, 1 petani di Banjaran, 1 petani di kaki gunung Manglayang, dan 1 produsen pakan sapi di Arjasari
Daun afrika harus berjuang hingga mencapai reputasinya yang unggul. Akhirnya, seorang tetua kelompok tani di Bandung Utara, menyatakan menyerahkan 15 hektar lahan yang dikuasainya, untuk ditanami daun afrika.
"Kapan mau survey lokasi," kata teman yang sedang di kebun induk Tanjungsari Sumedang. Rupanya teman yang sedang mengantar stek bibit ini tidak sengaja bertemu tetua kelompok tani. Lahan 15 hektar ini berada di Cinunuk, di kaki gunung Manglayang. Kabar gembira, ini tentunya.
Jadi, apa alasan tetua kelompok tani di Bandung "berbeda" menanggapi isu potensi tani daun afrika ini? Rupanya, dari seluruh "dongeng" saya soal kemanfaatan daun afrika beberapa hari lalu, ada 3 yang menjadi alasan untuk para petani mengambil keputusan membudidayakan tanaman daun afrika, yang asal aslinya dari benua afrika, tetapi masuk ke Indonesia melalui para pengobat tradisional Cina.
Daun afrika cukup meyakinkan para petani karena 3 informasi manfaat:
disukai oleh ikan gurame dan menyebabkan ikan memiliki daging yang pungkil (laporan dari Purwokerto)
disukai kambing/domba dan menjadi solusi di musim kemarau saat rumput terlalu kering, sedangkan daun afrika selalu tumbuh (laporan dari Karangpucung, Cilacap)
telah dicoba dijadikan campuran/formula pakan sapi (laporan Arjasari)
Ketiga alasan di atas cukuplah sudah untuk meyakinkan para petani berani membudidayakan daun afrika. "Janji-janji politik" sesungguhnya lebih banyak lagi yang diberikan daun afrika. Sekarang ini sudah cukup bagi kelompok tani berdaya yang mengadopsi konsep pertanian terpadu. Kelompok tani yang mandiri tentu tidak akan menemui kesulitan untuk "menjual" hasil panen daun afrikanya.
Iya, itulah nama ku DAIN kependekan dari Daun Afrika Inovasi Nusantara. Kata orang pintar saya cocok menjalankan bisnis rumput-rumputan. Mungkin maksudnya tumbuhan yang tidak besar dan bukan diambil kayunya (kehutanan) atau buahnya (perkebunan). Jadi, rumput itu maksudnya ya dipanen daunnya saja atau mungkin akarnya. Jadi terawangan cenayang itu cocok dengan studi yang saya dalami, yaitu ilmu dan teknologi hayati. Juga selaras dengan kursus yang pernah saya dalami, yaitu kursus herbal di karyasari Pondok Gede dengan wisata kebun ke Bogor. Lalu dengan latar belakangan pendidikan formal dan non-formal yang mendukung itu, mengapa saya tidak fokus menjadi pengobat herbal? Ya karena tidak tahan menghadapi orang sakit yang inginnya cespleng sembuh. Pada hakikatnya, pengobatan herbal itu adalah pengobatan holistik. Sakit yang sama pada orang yang berbeda boleh jadi memerlukan rangkaian simplisia tanaman yang berbeda. Sakit yang sama itu sesungguhnya tidak pernah sama. Setiap orang unik, maka penyakit pun serupa tapi tak sama. Begitulah paradigma pengobatan dengan herbal. Itulah bedanya dengan pengobatan medis yang menggunakan obat yang kerjanya spesifik, tertentu. Siapa pun orangnya, (gejala) sakit kepala ya dapat diobati dengan paracetamol. Begitulah industri farmasi dan kesehatan barat. Meski pun saya tidak praktik pengobatan alternatif, wawasan tumbuhan herbal tetap merupakan keseharian saya. Sampai saya menemukan tumbuhan sakti mandraguna, yaitu daun afrika. Maka apa pun penyakitnya, siapa pun orangnya, bagaimana pun keadaannya, saya meresepkan daun afrika untuk kesembuhannya. Karena begitu getolnya mendorong sosialisasi daun afrika(Vernonia amygdalina), maka nama saya pun kini mengandung arti yang lain. Dain yang dulu mungkin maksudnya pembawa berita (da'i) kini menjadi Daun Afrika Inovasi Nusantara. Hahaha. Daun afrika ini memang sangat berkhasiat dan kerjanya pun cepat dibandingkan herbal lainnya. Daun afrika tidak memerlukan pengolahan untuk mendapatkan khasiatnya, cukup langsung dilalap. Lalu di mana INOVASInya? Iya, saya telah mengolah daun afrika menjadi beragam produk. Pertama dulu telah diaplikasikan menjadi minuman fungsional untuk tidur lebih nyenyak dan bangun lebih nyentak. (maksak hehe)
minuman fermentasi ekstrak daun afrika
Selain minuman, saya juga telah membuat sabun wajah dengan bahan baku daun afrika. Sekarang saya sedang mencoba mengembangkan daun afrika menjadi suatu sistem perawatan kecantikan tubuh dan wajah untuk rumah perawatan alias salon.
Inovasi lainnya yang bakal segera terwujud adalah pemanfaatan daun afrika untuk minuman fungsional dalam bentuk serbuk instan, mungkin dengan sensasi effervescent.
Itulah sekelumit bocoran inovasi berbekal hasil usahatani daun afrika. Jadi semoga Anda setuju, DAIN itu adalah Daun Afrika Inovasi Nusantara